Kamis, 22 Agustus 2013

[Fict] December


Day              : Thurs,23/05/2013
By                 : Nana Z Siregar
At                 : 11.47 WIB
Inspired     : Haru haru ‘BigBang’


            Di saat dia membuka mata, tak didapatinya ada setitikpun cahaya. Di sisi kirinya, di sisi kanannya, bahkan di sekelilingnya. Tapi tak apa. Ia sudah terbiasa, atau lebih tepatnya berusaha untuk terbiasa. Setiap detiknya di habiskan dengan menerka-nerka warna apa saja yang di hadapinya hari ini. Tanpa mengingat kapan terakhir kalinya dia mengenal warna-warna itu. Karena tanpa dia sadari kini harinya di penuhi dengan warna hitam yang kelabu. Sekelabu ingatannya akan masa lalunya.
                Masa lalu yang menghanyutkannya menuju hilir keperihan yang kini harus di tanggungnya. Kepedihan yang mungkin tiada berujung dan bertepi. Karena setiap harinya di habiskan dengan meraba segala benda di sekelilingnya tanpa mengetahui betapa indah atau berbahayanya benda itu. dan hal itu akan terus di ulanginya dari hari ke hari.

Flasback On
            “Bukankah ini indah?” dia mengatakannya sambil terus tersenyum. “Ahhh.. indahnya!”ucapnya lagi sembari merentangkan tangan selebar-lebarnya.
                Kau mengikutinya dari belakang dan tak dapat menyembunyikan senyummu, takjub dengan apa yang dilakukannya. Kau terus memandanginya tanpa menyadari betapa indahnya alam disekitarmu itu. Karena menurutmu semua keindahan itu tertutupi oleh satu keindahan yang lebih mempesona, yaitu dia.
                “Lihat dua burung itu. Mereka serasi sekali. Aku akan melukis yang satu itu.”ungkapnya padamu. Kau hanya tersenyum melihat betapa antusiasnya dia. “Bolehkah? Bolehkah aku melukisnya?” kau mengangguk memberi isyarat bahwa dia dapat  melakukan apa saja yang di inginkannya.
                Dia masih terus menikmati saat indah itu. Dia terus berlari kesana kemari. Namun saking jauhnya dia darimu,kau tak mampu meraihnya. Yang kau tau dia hanya berteriak “aaahhh” yang mengejutkanmu sampai ke ubun-ubun. Kau berlari sekuat tenaga untuk mengejarnya yang sudah hilang dari sudut pandanganmu. Kau mencarinya kesana kemari. Hingga kau menemukannya tersungkur di pinggir jurang bukit itu.
Flashback Off
           
Hari ini kau berencana untuk menghadiri rapat kantor yang sangat penting. Kau pun berjalan dengan terburu-buru. Namun dari ujung matamu kau melihat dia tengah bersama seorang pria pincang. Pria itu terlihat sedang menuntunnya sembari melangkahkan kaki yang di sanggah dengan tongkat. Kau hanya mendecih melihat keakraban mereka berdua. “Cih, lucu sekali” kau berujar tak jelas tanpa memikirkan bahwa hal itu hanya akan menyita waktumu yang sangat berharga itu.
                “Diko, kau baik-baik saja?” kau kembali menghentikan langkah begitu mendengar di meneriaki pria itu.
                “Tak apa-apa Sen, maaf membuatmu terkejut.” Ucap pria itu yang tersandung dan membuat khawatir dia yang duduk di kursi roda yang di tuntun pria itu.
                Kau pun semakin jenuh melihatnya dan memilih untuk melanjutkan tujuanmu ke kantor tempat kau akan mengadakan rapat.
                Di ruang rapat kau sering melamun memikirkan mereka berdua. ‘Bagaimana bisa mereka terlihat begitu bahagia? Padahal yang satu lumpuh dan yang satunya lagi buta.’ Pertanyaan itu yang sedari tadi menggelayuti pikiranmu. Kau menarik napas dalam dan terkesiap begitu seseorang menegurmu.
                “Pak Romi, bagaimana pendapat anda tentang diskusi yang baru saja kita bicarakan?” ucap kolegamu meminta persetujuan.
                “Saya rasa tidak terlalu buruk, jadi saya memilih untuk menyetujuinya.” Ucapmu di sertai senyum bisnis.
                Rapat berlangsung dengan lancar dan di penuhi dengan lamunan tentangnya. Namun tak sampai disitu, di ruangan kerjamu pun kau memikirkannya. Memikirkan sudah berapa lama kau bersembunyi darinya.

Flashback On
                Setelah kau menemukannya, kau pun membawanya menuju rumah sakit terdekat. Karena kau tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya, gadis yang sangat engkau cintai. Sepanjang perjalanan kau terus meneriaki namanya dan berdoa agar dia cepat siuman. “Sena,Sen, Sena. Bangun.” Kau terus mengulanginya tanpa mengenal lelah sampai kau tiba di rumah sakit dan segera menyuruh dokter untuk memeriksanya.
                “Ada luka di kelopak matanya, dan itu menyebabkannya mustahil untuk dapat melihat seperti sebelumnya.” Ungkap dokter itu begitu selesai memeriksanya.
                Kau menitikkan air mata saat itu dan merasakan bahwa kau tidak lagi berpijak di bumi ini. Kau merasa bahwa dunia ini tidak adil, kenapa harus membuat orang yang kau sayangi terluka begitu dalam. Kau menjerit sekuatnya guna menghilangkan segala rasa sesal serta kesal yang kau rasakan.
                Setiap hari kau terus merawatnya sampai dia mampu menghilangkan rasa kesal dan trauma atas kejadian itu. Kau terus menjenguknya setiap hari. Terus dan terus sampai kau tiba di satu titik yang membuatmu harus meninggalkan dia sendiri dalam kegelapannya untuk menghadapi betapa kejamnya dunia ini.
Flashback Off

                Tak terasa malam sudah menjemputmu. Kau pun pulang guna mengistirahatkan badanmu yang rasanya akan remuk. Kau merasakan lapar yang sangat tengah menyerangmu, maka kau pun memilih untuk menepi dan mampir di salah satu caffee di pinggiran jalan itu.
                Kau memasukinya tanpa menyadari kalau ada dua orang yang kau temui tadi pagi tengah bersantai disitu. Kau segera menghapus rasa terkejutmu dan melangkah mendekati meja di sebelah mereka yang satu-satunya kosong saat itu.
                “Romi!”refleks dia memanggilmu.
                Kau yang terkejut pada saat itu mendengar dia memanggil namamu segera menoleh,”ya? Apa anda memangil saya? Apakah kita saling kenal?” ucapmu dengan nada angkuh.
                “Apa kau tak mengingatku?”dia menanyakan hal itu dengan nada kecewa yang tak bisa di sembunyikan.
                “Apakah kau orang yang harus aku ingat?”kau bertanya lagi dengan nada meremehkan.
                “Ah, kurasa tidak. Mungkin aku salah orang. Maaf.” Ucapnya dengan wajah penuh penyesalan.
                “Tak apa. Lain kali kalau kau merasa tidak yakin mengenal seseorang. Jangan mempermalukan dirimu seperti ini.” Ungkapmu nyaris tak ada nada sopan. Kau kembali fokus menghampiri mejamu untuk menikmati hidangan malam ini. Kau merasa ada yang janggal di hatimu setelah melakukan hal kasar tadi padanya. Betapa kau sangat menyesalinya, tapi hal itu sudah terjadi dan kau memang harus melakukannya.

                Sepenjang perjalanan pulang dari caffee dia terus membicarakanmu pada pria itu. dia bersikeras mengaku kalau dia mengenalmu dan kau memang orang yang ingin dia temui.
                “Aku yakin dia itu Romi. Tidak mungkin aku salah mengenalinya.”ucapnya sedikit bernafsu.
                “Bagaimana kau bisa seyakin itu?” tanya pria itu merasa aneh.
                “Aku mengenali bau parfumnya. Dan ketika dia menjawab panggilanku, aku mengenali suaranya. Dia memang Romi, orang yang aku cari selama 3 tahun belakangan ini.” Dia menjelaskan pada pria itu.
                Pria itu hanya tersenyum miris melihat betapa cerah wajahnya saat membicarakanmu. Pria itu merasa bahwa dia menganggapnya sebagai teman, tak lebih. Dan ternyata tak sampai disitu percakapan antara dia dan pria itu tentang dirimu. Dia menghabiskan waktu di perjalanan untuk membahasmu.
tumblr_ltgjtcbuE01r1mpico1_500_large.gif
                Dia merasa kebosanan sudah memenuhi batinnya, maka dia mengajak pria itu untuk berjalan-jalan keluar rumah. Saat tiba di taman ia memilih untuk sekedar merasakan angin yang berhembus perlahan di antara rambutnya yang tergerai. Pria itu terpaku menatapnya seperti itu. Pria itu merasa betapa cantik gadis yang ada di sampingnya. Pria itu masih saja menatapnya sampai kau melintas di hadapan mereka dan dia berusaha mencari tahu apa itu benar kau atau tidak.
                “Apakah itu kau Romi?” tanyanya yang membuat kau terpaku. Kau tak habis pikir bahwa dia tetap bersikeras mengenalmu.
                “Kenapa kau selalu mengetahui keberadaanku? Apa yang membuatmu yakin kalau aku adalah orang yang kau kenal?”tanyamu berusaha meyakinkan dirimu sendiri untuk tidak kembali kepadanya.
                “Aku tanda bau parfummu. Dan lagi tak mungkin kau melupakan aku.”katanya merasa sangat yakin bahwa itu adalah kau.
                “Apa yang membuatku tidak mungkin untuk melupakanmu?”tanyamu.
                Dia tersenyum, menandakan bahwa dia akan segera menemukanmu. Pria yang selalu ada di hatinya,dulu,sekarang dan seterusnya. “Aku adalah orang yang sangat kau cintai. Yang kau rawat dengan cintamu 3 tahun yang lalu.” Ucapnya mengingatkanmu akan kenangan buruk itu.
                “Tidak mungkin aku mencintai wanita cacat sepertimu.” Ucapmu kasar namun bergetar.
                “Ap..apa? Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?”kau bisa melihat betapa bergetarnya dia dan perlahan menitikkan air mata.
                “Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Bagaimana bisa kau mengakuiku sebagai orang yang mencintaimu, sementara di sampingmu ada pria yang mencintaimu dan selalu mengantarmu kemana-mana. Lagian bukankah kalian sangat serasi? Sama-sama cacat.” Kau mengatakannya lagi. Tidak, kali ini bahkan lebih kasar. Apa kau melupakan bahwa kau masih memiliki hati dan perasaan?
                “Apa kau bilang? Kau terlihat seperti orang berpendidikan, tapi ucapanmu sangat tidak mencerminkan orang yang berpendidikan.” Ucap pria itu merasa di rendahkan. Namun kau tidak mendengarkannya. Kau hanya berfokus pada wanita di sampingnya. Ya dia, Sena. Hanya dia yang memenuhi pandangan dan pikiranmu. Kau terus memandang berapa banyak airmata yang telah diteteskannya. Kau tau bahwa itu sangat menyakitkan, karena kau juga merasakannya. Bahkan mungkin lebih sakit dari yang dia rasakan.
                “Apa aku harus menggunakan kata-kata yang berpendidikan kepada orang seperti kalian?”ucapmu masih terus memandangi dia tanpa berkedip. Dan airmatamu sudah hampir meluncur, namun kau tak akan membiarkannya menetes di situ. Maka kau pun bergegas untuk meninggalkan mereka berdua. Tapi langkahmu di hentikan oleh satu kalimat yang di ucapkannya yang membuatmu beku dan teriris-iris.
                “Tidak, kau bukan orang itu. Bukan Romiku yang selalu mencintaiku dengan tulus.”ucapnya masih terus menitikkan airmata. “Ayo Dik, aku mau pulang. Kenapa dunia semakin hari semakin kejam?”dia pun mencoba menjalankan kursi rodanya ke sembarang arah. Hingga pria itu menuntunnya menjauhimu. Kau terus menatapnya dengan tatapan terluka, sampai dia hilang dari pandanganmu yang sudah di penuhi dengan bendungan airmata.
tumblr_ltgjtcbuE01r1mpico1_500_large.gif
                Kau melangkah semakin cepat untuk mencapai mobil yang kau parkirkan di tepi taman dimana kau berjumpa dengannya. Setibanya di dalam mobil kau langsung menyandarkan kepalamu dan mengingat semua kejadian tadi.
“Tidak, kau bukan orang itu. Bukan Romiku yang selalu mencintaiku dengan tulus.”
                Kalimat itu terus berkelebat di otakmu dan membuat airmatamu semakin deras. Kau merasakan perih yang tak dapat kau ucapkan dengan kata-kata. Kau hanya dapat melukiskannya lewat airmata yang sudah membentuk gari-garis di wajahmu.
                “Tidak, aku Romimu. Selamanya akan jadi Romimu. Tidak akan ada Romi lain yang bisa menggantikanku di hatimu. AKU ROMIMU, AKU ROMIMU.”kau berteriak sekuatnya untuk mengeluarkan rasa perih yang teramat dalam.
                “Tidak taukah kau sudah berapa lama ku simpan luka ini? Aku berharap tidak melihatmu lagi. Tapi kenapa kau selalu muncul di hadapanku? Dan memaksaku untuk berbuat kasar kepadamu.”kau semakin garang berteriak seolah kau sudah tidak waras. Sampai tiba-tiba kau merasakan sakit yang tak terkira di kepalamu. Kau terus memegangi kepalamu sambil berteriak kesakitan. Kini yang terlintas di ingatanmu hanyalah wajahnya. Hingga kau merasa bahwa seluruh dunia terasa gelap. Namun rasa sakit itu tak kunjung hilang.

                                Dia terus menangisi kejadian hari ini. Bahkan dia sudah sampai dirumah dari satu jam yang lalu. Dia yang menyakini bahwa itu memang kau tidak mengira bahwa kau telah menjadi begitu kasar. Dia terus mengingat kata-katamu sampai terdengar bunyi “Prraang” dari gelas yang di lempar.
                “Tidak bisakah kau berhenti menangisinya?”tanya pria itu padamu. “Bahkan yang kurasakan lebih sakit darimu. Aku mencintaimu. Apa kau tidak menyadarinya?” pria itu berteriak kepadanya yang membuatnya ketakutan setengah mati. “Apa kau tidak mengingat kata-katanya? Kita ini cacat. Bahkan dia tau kalau kita ini pasangan serasi tapi kenapa kau seolah tak mau tau? Apa kau merasa hina kalau bersamaku? Bahkan kau tak lebih sempurna dariku. Dia sudah menghinamu, harusnya kau tau itu. Lupakan dia dan datanglah padaku.”pria itu meneriakinya dengan sepenuh emosi yang dia miliki.
                Dia tak habis pikir bahwa pria itu akan berbuat hal semacam ini. Dia makin menangis merasa kecewa,kalut,sedih. Apa yang harus dia perbuat disaat dia lemah dan tak tau bagaimana cara untuk membela diri.
                “Aku mencintaimu. Sangat sangat mencintaimu. Bahkan aku rela meninggalkan hidupku untukmu.”pria itu menangis sambil berlutut di hadapannya. Dia merasa menyesal telah menyiksa batin pria itu. Namun luka yang kau toreh masih tinggal di sudut hatinya yang lain.

                Kau membuka mata begitu menyadari bahwa kau telah kembali. Kembali ke ruangan putih yang akhir-akhir ini setia menemanimu. Ya kamar dari salah satu rumah sakit umum yang sudah sangat sering kau singgahi. Kau melihat sekeliling sampai pandanganmu terhenti pada satu orang yang sudah lama tak pernah kau lihat.
                “Rika?”ucapmu lemah namun tak bisa menyembunyikan nada terkejutmu.
                “Hai Rom, sudah lama tidak berjumpa.”ucap Rika tersenyum padamu. “Kenapa kau tidak pernah bilang bahwa kau menderita penyakit separah ini?” Rika penasaran.
                “Aku tak ingin orang lain tau kalau aku menderita kanker otak. Aku mohon jangan beritahu kepada siapapun tentang hal ini, terutama Sena.”terangmu khawatir kalau dia sampai mengetahuinya.
                “Jadi ini alasanmu menjauhinya dulu?”Rika menerka apa yang ada di pikiranmu. “Tidak seharusnya kau begitu. Dia sudah hampir frustasi mencarimu dan bertanya-tanya kenapa kau meninggalkannya.”terang Rika saat itu.
                “Bukankah dia sudah menemukan penggantiku? Orang yang selalu ada di sampingnya itu.”
                “Kau mengetahuinya? Itu Diko, temannya dari Paris. Dia mengalami kecelakaan disini ketika sedang mengambil cuti kuliah. Dan dia memilih untuk menetap, setelah mengetahui bahwa dia tidak normal lagi.”Rika membeberkan segala yang di ketahuinya. “Tapi dari mana kau tau?”Rika bertanya.
                “Sudah beberapa hari ini aku bertemu dengannya. Dan aku menyakiti perasaanya.”
                “Kenapa kau melakukannya? Jangan bilang ini karena penyakitmu.” Tebak Rika benar.
                “Aku tidak ingin menyakitinya.” Kau memberi alasan.
                “Justru kau makin menyakitinya dengan cara seperti ini. Biarkan dia tau dan merawatmu.”saran Rika.
                “Tidak, sudah cukup semuanya. Bulan depan aku akan operasi, aku ingin berjumpa dengannya. Untuk pertama dan terakhir kalinya.”
                “Terakhir? Bukankah setelah kau berhasil operasi kau akan kembali padanya?”
                Kau menggeleng. “ Aku akan keluar negeri untuk urusan bisnis. Aku harap kau bisa membantuku untuk meyakinkannya.” Matamu menyiratkan permohonan.
                “Tidak, aku tidak mau menyakitinya. Labih baik kau minta tolong orang lain saja. Aku ini sahabatnya, dan aku tidak ingin menyakitinya.” Rika beralasan.
                “Tapi kau juga sahabatku. Dan aku lebih lama mengenalmu.”kata-katamu membuat Rika berpikir yang berakhir pada persetujuan yang sebenarnya tak di inginkannya.
tumblr_ltgjtcbuE01r1mpico1_500_large.gif
                 3 minggu semenjak percakapan itu. Kau dan Rika mendatangi rumahnya, Sena. Kau berniat untuk berpamit padanya ketika yang membuka pintu adalah pria itu. Kau,Rika dan pria itu sama-sama terkejut.
                “Untuk apa kau ke sini? Mau menghinanya lagi?” ucap pria itu menusuk.
                “Tidak, aku yang mengajaknya dan ingin memberitahukan satu hal padanya.”ucap Rika membelamu.
                “Siapa?” tanya dia dari dalam yang membuat jantungmu berdebar. Kau dan dia bertukar pandang ketika kau merasa ada yang lain darinya sejak terakhir kalian bertemu. “Oh, masuk.” Ucapnya.
                Rika dan kau merasa takjub. Kini matanya terlihat lebih bersinar. Dia sudah tidak buta lagi dan menurutmu dia tambah cantik sama seperti dulu ketika kau bersamanya. Kau merasakan bahwa akan semakin berat untuk melepasnya. Namun kau membulatkan tekad dan memilih untuk menyampaikan maksud kedatanganmu.
                “Kapan kau operasi pencangkokan mata?”tanya Rika to the point padanya saat kalian sudah sampai di ruang tamu.
                “Aku masuk dulu.”ucap pria itu memotong percakapan kalian dan merasa enggan untuk menatap wajahmu.
                “Keluarlah pada saat makan siang.”ucapnya pada pria itu yang di jawab dengan tutupan pintu yang agak kasar.”Dia akhir-akhir ini agak berubah.”ucapnya pada kau dan Rika.
                Kau hanya menunduk, tidak sanggup membalas tatapannya. Dia menyadarinya dan mengetahui kalau orang yang mengatakan kata-kata kasar padanya adalah sisi lain dirimu.
                “Aku tanya kapan kau operasi pencangkokan mata?”tanya Rika kembali.
                “Oh, 3 minggu yang lalu. Setelah seseorang meneriakiku cacat. Aku merasa harus melakukannya.”ucapnya sambil melirikmu. Namun kau hanya berusaha menatapnya dengan wajah tak berdosa.
                “Wah, kenapa tidak dari dulu kau lakukan itu?”Rika semakin ingin tau.
                “Aku merasa kalau aku tidak melakukannya dulu, aku akan merasa beruntung karena akan ada orang akan selalu merawatku. Tapi ternyata aku salah dan menyesalinya kenapa tidak dari dulu aku melakukannya.”ucapnya lagi terus menyindirmu.
                “Begitu, sebenarnya aku dan Romi kemari ingin menyam...”belum selesai Rika berbicara kau sudah menyentuh tangannya dan memberi isyarat bahwa kau tidak ingin Rika mengatakannya sekarang.
                “Ingin menyampaikan sesuatu?”katanya penasaran.
                “Ya, Rika ingin menyampaikan kalau sebenarnya aku ingin mengajakmu keluar. Aku terlalu takut untuk mengatakannya sendiri. Apakah kau mau?”tanyamu untuk pertama kalinya.
                Rika menatapmu heran, namun langsung memahami kalau kau ingin memberikan perpisahan terindah padanya.
                “Ah, ya sudah. Karena Romi sudah mengatakannya, maka aku akan pulang duluan. Mungkin lain kali kita membicarakannya.”pamit Rika.
                “Membicarakan apa?” tanyanya lagi.
                “Bukan apa-apa. Ayo.” Ajakmu yang di setujuinya.
                Kau dan dia hari ini berjalan-jalan menyinggahi semua tempat yang pernah kau dan dia ukir dengan berbagai kenangan indah. Kau merasakan kebahagiaan yang tak terkira. Bahkan hanya untuk beberapa jam saja bersamanya. Hingga kau dan dia merasakan lapar yang tidak bisa di tahan lagi. Dan kau memilih tempat dimana pertama kali kalian kencan untuk makan malam. Sekaligus mengakhiri kencan ini.
                “Jadi kau memang tidak ingin mengenal orang cacat?”ucapnya sinis.
                “Maksudmu?” kau tidak mengerti apa yang di bicarakannya.
                “Ketika aku buta kau tak ingin mengenaliku. Tapi ketika aku sudah bisa melihat, kau malah mengajakku kencan dan mengingat semuanya.”ucapnya tampak bahagia.
                “Sudahlah jangan di bahas. Lebih baik kita makan saja. Aku sudah lapar.” Ucapmu sambil terus mengunyah.
                Makanan yang dihidangkan sudah hampir habis. Dan kau merasa ini waktu yang tepat untuk mengatakannya. Maka kau pun memulainya.
                “Minggu depan aku dan Rika akan berangkat ke Kanada. Dan kami akan menikah disana.”ucapmu membuatnya terkejut dan menghentikan makannya.
                “Apa? Kau dan Rika? Menikah?”tanyanya yang diiringi dengan raut wajah yang terkejut bercampur terluka,serta mata yang berkaca-kaca.
                Sebenarnya kau tidak tega untuk mengatakan ini. Tapi kau harus. “Ya, dan tujuanku kerumahmu dengan Rika tadi sebenarnya ingin menyampaikan ini. Memang Kanada itu jauh, tapi kalau kau sempat datanglah.”ucapmu berbasa-basi.
                Dia diam mencerna kata-katamu sampai dia sudah merasa tidak tahan dan berkata “Jadi apa maksudmu mengajakku berkencan dan mengingatkan semua kenangan kita dulu?”tanyanya berang.
                “Aku tidak mengajakmu kencan, kau yang menganggapnya seperti itu.”
                “Kau memang sudah berubah. Dasar monster tak berotak, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Walau kau mati sekalipun.”ucapnya di penuhi dengan emosi dan segera meninggalkanmu sendirian dengan sejuta sesal yang memenuhi hatimu.
tumblr_ltgjtcbuE01r1mpico1_500_large.gif
                Terakhir kali semenjak kau membuatnya marah waktu itu. Dia tak pernah lagi muncul dihadapanmu. Memang itu yang kau harapkan, tapi tetap saja hatimu tidak dapat berbohong bahwa kau menginginkannya hadir disini. Dimana kau akan melakukan operasi untuk penyakitmu itu.
                Rika yang sedari tadi menemanimu di situ merasakan bahwa kau ingin dia ada di sini. Namun Rika tak bisa berbuat apa-apa karena kau meminta Rika untuk tak mengatakan padanya. Sampai kau masuk ke ruang operasi dan Rika pun tidak tahan untuk segera menelepon dia untuk datang kesana.
                Sesampainya dia di sana Rika menceritakan semuanya. Bagaimana kau bisa berubah dan apa tujuanmu mengajaknya kencan semalam. Dia sangat terkejut dan menangis begitu mendengarkan semua penjelasan Rika padanya. Dia tak habis pikir bahwa kau akan mengalami dan melakukan hal sejauh ini.
                Hingga pada saat dokter keluar dari ruangan operasi dan membawamu dengan selimut yang menutupi wajahmu. Dia terkejut sampai napasnya tercekat di tenggorokkan. Dia terpaku melihatmu yang sudah terbujur kaku di atas tempat tidur itu.
                Ketika dia menyadari yang terjadi, dia menangis sejadi-jadinya. Terlintas di kepalanya semua kenangan indah yang pernah dia lewati bersamamu. Dia menyesali kata-kata yang keluar dari mulutnya untuk terakhir kali padamu.
                “Kau memang sudah berubah. Dasar monster tak berotak, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Walau kau mati sekalipun.” Ucapnya waktu itu.
                Dia terus menangisi segala kebodohannya yang tidak menyadari dan mengetahui semua yang telah kau alami.
                “Maafkan aku. Aku tidak bermaksud berbicara begitu waktu itu. Maafkan aku, jangan tinggalkan aku seperti ini.”ucapnya sambil terus mengisak dan berteriak.
Seluruh orang yang ada di rumah sakit itu terdiam seolah merasakan perih yang di rasakannya. Rika memeluknya dan berbisik padanya, “sebenarnya aku dan dia tidak akan menikah. Itu hanya alasan dia untuk membuatmu benci kepadanya.” Setelah mendengar pernyataan Rika,rasanya seperti tercabik-cabik. Dia semakin menangis serta menjerit membelah kesunyian malam.
“Aku tidak akan membencimu. Kau Romiku. Selamanya akan jadi Romiku. Tidak akan ada Romi lain yang bisa menggantikanmu di hatiku. KAU ROMIKU, KAU ROMIKU.” Teriaknya  lagi. Bahkan lebih keras dari sebelumnya.

                “Aku Romimu. Selamanya akan jadi Romimu. Tidak akan ada Romi lain yang bisa menggantikanku di hatimu. AKU ROMIMU, AKU ROMIMU.”

THE END